Banyak Jalan Menuju Roma

Senja di akhir Oktober 2010 bersuhu 10 derajad Celsius, di sudut bandara Flumicio di pinggiran Roma, Italia. Berbekal tiket bus 8 euro, kulangkahkan kakiku menyeberang jalan di depan bandara menuju halte bus yang 45 menit kemudian menurunkanku di Roma temini, terminal utama di ibukota Negara pizza yang sempat menjadi lokasi Matt Damon beraksi dalam film. Panitia Global Conference on Economics and Business ke 10, telah menunggu di sudut taman Piazza Indipendenza, lalu bersama peserta lain, menumpang bus berkapasitas 20 orang, kami menyusuri kota yang dibangun Romus dan Romulus ribuan tahun lalu.

Aku kemudian merebahkan badan di kamar berukuran 4 kali 5 meter di lantai ke 8 di hotel Novotel La Rustica, tempat esok harinya aku mempresentasikan paper ku tentang animosity. Setelah presentasi, aku beruntung bisa berinteraksi dengan beberapa professor ternama diantaranya Prof Atul Gupta dan Prof Raj dari USA maupun Prof Moreno dan Prof Zoccoli, keduanya professor perempuan yang brilian dari Italia.

Masih kuingat sangat jelas, liga dan tim sepakbola negara ini sangat popular di tanah air bahkan Bapak ku pun dulu sangat mengemari Fiorentina, AC Milan, Napoli ketika Maradona bermain di sana. Namun kota de capitale, ini juga menyimpan kecantikannya yang lain. Sengaja menjelang pulang ke tanah air via Doha Qatar yang dijadwalkan sore hari, maka pagi itu aku meniatkan untuk jalan kaki menikmati berbagai sudut kota yang terkenal akan spaggetti, risotto maupun gelato. Udara segar mengantarkanku menyusuri Via Nazionalle, jalan selebar 10 meter yang membelah kota, menghubungkan Piazza della Republica dan Museum Nasional, yang di sisi kananya terletak Colosseum yang dahulu hanya kulifat fotonya sebagai salahsatu dari 7 keajaiban dunia di buku Atlas lusuhku ketika aku masih SD.

Kota pemilik ratusan bangunan museum dan kastil ribuan tahun ini juga menyimpan keistimewaan lain. Berbekal tiket bus kota seharga 1 euro, dalam 15 menit, kujejakkan kakiku di halaman Basillica St. Pietro yang dipenuhi rekan Katolik yang khusuk berdoa. Ratusan burung dara sibuk mematuk makanannya, ketika kulangkahkan kaki menuju Roma Termini yang ketika kutiba dipenuhi ribuan demonstran yang digerakkan partai kiri Italia yang memprotes PM Berlusconi. Akibatnya, bus kota ku tersendat menuju bandara di pinggiran kota. Setengah berlari aku menuju check in desk yang ternyata dialihkan ke gate lain, setengah terengah-engah akhirnya boarding pass kugenggam di tangan. Setelah 6 hari tidak makan nasi, akhirnya nasi panas berlauk kari daging kunikmati dengan segelas teh panas, di sudut bandara Doha sambil menunggu 8 jam perjalanan ke tanah air.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>