Negara berbentuk biola di ujung skandinavia itu tak pernah terlintas akan aku nikmati selam 2 tahun sebelumnya. Namun setelah diterima menjadi dosen di kampus tercinta di awal Februari 2000, maka Agustus 2001 menjadi perjalanan pertama ke luar negeri bagiku, menuju Norwegia yang terletak 18 jam perjalanan udara. Keluarga kecil yang telah kujalin 5 bulan sebelumnya harus dengan berat hati kutinggalkan ketika anak pertamaku, mbak diva, baru 3 bulan di dalam kandungan. Namun tekad sudah bulat.
Rumah kayu bercat merah marun, di bawah pohon cemara, terpampang tulisan Breisas studentheim, di ujung bukit kota kecil Bo I Telemark itu menemaniku selama 1 tahun bersama mas Amir, rekan dosen lainnya, untuk belajar bahasa dan budaya negeri pemberi beasiswaku saat itu. Alhamdulilah di akhir bulan ke 2 dari tahun 2002, putri pertamaku lahir dengan selamat di Madiun, meski hanya kudengar tangisnya lewat telepon di tengah suhu minus 10 derajad celsius, di kota yang bisa ditempuh 3 jam perjalanan dari Oslo.
Kota terbesar nomer dua, di pantai barat yang terkenal akan komplek perdagangan Bryggen yang dikenal juga sebagai kota hujan dan kota diantara 7 gunung itu, menjadi perhentianku berikutnya. Apartemen 10 lantai di Fantoftveien dengan lapangan luas di kanan kirinya, menjadi teman meraih cita. Kampus NHH yang terletak diujung kota indah ini kutempuh dengan kartu langganan bis yang bersih dan selalu tepat waktu. Di kampus ini, di akhir Mei 2003, setelah diuji oleh pembimbingku Prof Sigurd Villads Troye beserta Prof Torvald Ogaard sebagai external examiner, akhirnya mampu kuselesaikan juga tugas belajar ini, yang saat itu bersamaan juga dengan rekan dosen lainnya, mbak Nurul.
Di negeri yang setiap tahunnnya dianugerahkan Nobel ini, aku melihat sisi lain eropa. Komitmen luar biasa akan hak asasi manusia, lingkungan, prinsip kesetaraan dan kesederhanaan masih saja membekas di hati. Beasiswa 800 dollar amerika per bulan, sebagian bisa kutabung, apalagi selama di sana, memasak sendiri menjadi salahsatu kegiatan selain membaca dan menikmati turunnya salju di ujung utara bola bumi ini. Masakan paling favorit ialah ayam goreng, selain mudah, namun juga karena terbuat dari botol. Kok bisa. Botol-botol bekas minuman bisa ditukar dengan voucher di mesin semacam ATM di tiap jaringan toko Rema 1000, lalu slipnya bisa ditukar untuk mendapatkan ayam ataupun kebutuhan lainnya. Saat itu, ayam seharga 30 kroner atau 30 ribu rupiah cukup diperoleh dengan 15 botol.